Gubernur Bengkulu Rohidin Mersya sampai di gedung Merah Putih siap diperiksa KPK (as)
JAKARTA,KORANRAKYAT.COM,-Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah menjadi salah satu dari tujuh orang yang diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu, pada Sabtu (23/11). Rohidin ditangkap lantaran diduga memungut uang dari pegawai untuk pendanaan pencalonannya pada Pilkada Bengkulu 2024.
Pantauan wartawan, Rohidin terlihat telah tiba sekitar pukul 14.32 WIB di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (24/11). Rohidin terlihat mengenakan topi dan masker. Rohidin tak berkomentar apa pun kepada awak media, saat memasuki markas lembaga antirasuah. Dia langsung naik ke lantai dua, untuk menjalani pemeriksaan, sebelum ditentukan status hukumnya.Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan, OTT yang dilakukan di Provinsi Bengkulu diduga berkaitan dengan pungutan untuk Pilkada 2024. Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah yang ikut dalam kontestasi Pilkada 2024 diduga menjadi salah satu orang yang ditangkap.“Pungutan ke pegawai untuk pendanaan pilkada sepertinya,” ucap Alexander Marwata dikonfirmasi, Minggu (24/11).Operasi senyap di Bengkulu itu menyasar tujuh orang, salah satunya Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah. Namun, Alex enggan mengungkap secara rinci konstruksi perkara hingga identitas pihak-pihak yang diamankan."Detailnya baru nanti sore dipaparkan," ujar Alex.
Sementara, juru bicara KPK Tessa Mahardika membenarkan bahwa pihaknya mengamankan tujuh orang dalam OTT di Pemprov Bengkulu. Saat ini mereka tengah dalam pemeriksaan intensif."Benar KPK melakukan kegiatan tangkap tangan di lingkungan Pemerintah Propinsi Bengkulu, ada sekitar 7 orang yang diamankan," ucap Tessa.KPK menduga, terjadi transaksi dugaan suap yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa di Pemprov Bengkulu. Dalam giat OTT itu, KPK juga turut mengamankan barang bukti uang berkaitan dengan transaksi suap."Dan turut diamankan sejumlah uang (masih dihitung). Untuk lengkapnya akan disampaikan secara resmi oleh lembaga sore/malam nanti," pungkas Tessa.(as)
Kasus Korupsi Dana Hibah Rp. 39,5 M DI DPRD Provinsi Jatim Menyasar Banyak Orang Sekitar 21 Orang Dijadikan Tersangka Oleh KPK
Written by RedaksiSandra Dewi Serang Angraeni Istri Dirut RBT Terkait Transferan 10 Miliar Rupiah
Written by RedaksiJAKARTA,KORANRAKYAT.COM,- Aktris Sandra Dewi tiba di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat untuk kembali bersaksi dalam persidangan dugaan korupsi suaminya, Harvey Moeis. Harvey duduk sebagai terdakwa dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah di PT Timah Tbk, Bangka Belitung. Pantauan Kompas.com, Sandra Dewi tiba di lobi Pengadilan Tipikor pukul 11.07 WIB dari arah basement. Ia ditemani sejumlah orang.
Pada persidangan kali ini, Sandra Dewi mendapatkan kesempatan untuk melakukan pembuktian terbalik bahwa sejumlah aset yang dituding bersumber dari korupsi Harvey berasal dari pendapatan yang sah.
Sandra Dewi Kembali Jadi Saksi Sidang Harvey Moeis Kesempatan ini diberikan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor kepada pihak Sandra Dewi selaku istri Harvey, dan Anggraeni selaku istri Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta. Pangan Lokal dan Religiositas
Ia juga disebut menerima 88 tas mewah dari Harvey Moeis yang diduga bersumber dari perkara ini. Terbaru, Sandra Dewi disebut mentransfer uang Rp 10 miliar ke rekening istri Direktur Utama PT RBT Suparta yang bernama Anggraeni pada Desember 2019. Namun, uang itu diklaim Anggraeni sebagai utang suaminya kepada Harvey yang digunakan untuk modal bisnis. Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun. Harvey Moeis didakwa telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari penerimaan uang Rp 420 miliar dari hasil tindak pidana korupsi.
Sandra Dewi Akan Kembali Jadi Saksi Kasus Harvey Moeis Harvey yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) bersama dengan eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan. Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah. Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut. Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana coorporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim.
Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar “Memperkaya terdakwa Harvey Moesi dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa. Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU. (as)
KPK Tertibkan Tambang Ilegal Beromzet Rp 1,08 Triliun Pertahun Di NTB
Written by RedaksiJAKARTA,KORANRAKYAT.COM .-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V melakukan pendampingan intensif kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam upaya menertibkan tambang emas ilegal yang beroperasi di Dusun Lendek Bare, Sekotong, Lombok Barat. KPK melakukan pemasangan spanduk di aera pertambangan ilegal tersebut.
Hal ini dilakukan sesuai dengan tugas dan kewenangan KPK dalam rangka mendorong optimalisasi pajak atau pendapatan asli daerah (PAD), yang termasuk dalam salah satu fokus dari Monitoring Center for Prevention (MCP).
Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria menjelaskan, aktivitas tambang illegal yang berlokasi di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) ini diduga telah dimulai sejak 2021 yang diperkirakan menghasilkan omzet hingga Rp 90 miliar per bulan, atau sekitar Rp 1,08 triliun per tahun. Angka ini berasal dari tiga stockpile (tempat penyimpanan) di satu titik tambang emas wilayah Sekotong, seluas lapangan bola.
“Ini baru satu lokasi, dengan tiga stockpile. Dan kita tahu, mungkin di sebelahnya ada lagi. Belum lagi yang di Lantung, yang di Dompu, yang di Sumbawa Barat, berapa itu perbulannya? Bisa jadi sampai triliunan kerugian untuk negara,” kata Dian usai melakukan pendampingan lapangan dan meninjau langsung lokasi tambang ilegal di wilayah Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Jumat (4/10).
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), lanjut Dian, tercatat ada kurang lebih 26 titik tambang ilegal di wilayah Sekotong yang berada di atas 98,16 hektare tanah. Hal ini menunjukkan besarnya potensi kerugian negara, apalagi tambang ilegal tidak membayar pajak, royalti, iuran tetap, dan lainnya.
Dian juga mengungkapkan, adanya dugaan modus konspirasi antara pemilik izin usaha pertambangan (IUP) dan operator tambang ilegal. Meski kawasan tersebut memiliki izin pertambangan resmi dari PT Indotan Lombok Barat Bangkit (ILBB), keberadaan tambang ilegal terus dibiarkan.
Bahkan, papan tanda IUP ILBB baru dipasang pada Agustus 2024, setelah bertahun-tahun tambang tersebut beroperasi.
“Kami melihat ada potensi modus operandi di sini, dimana pemegang izin tidak mengambil tindakan atas operasi tambang ilegal ini, mungkin dengan tujuan untuk menghindari kewajiban pembayaran pajak, royalti, dan kewajiban lainnya kepada negara,” jelas Dian.
Selain itu, Dian mengungkapkan ditemukan sebagian besar alat berat dan bahan kimia yang digunakan dalam tambang ilegal ini diimpor dari luar negeri, termasuk merkuri yang didatangkan dari Tiongkok. Menurutnya, alat berat dan terpal khusus yang digunakan untuk proses penyiraman sianida juga berasal dari Tiongkok, yang menambah kompleksitas permasalahan ini.
Limbah merkuri dan sianida yang dihasilkan dari proses pengolahan emas juga berpotensi mencemari lingkungan sekitarnya, termasuk sumber air dan pantai yang berada di bawah kawasan tambang.
"Daerah di sekitar tambang ini sangat indah, memiliki potensi wisata yang besar. Namun, tambang ilegal ini merusaknya dengan merkuri dan sianida yang mereka buang sembarangan. Jika terus dibiarkan, dampaknya akan sangat merugikan masyarakat dan lingkungan setempat," ungkap Dian.
Karena itu, dalam upaya penertiban tambang ilegal ini, KPK bersama dengan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabal Nusra) serta DLHK NTB, melakukan pemasangan plang berukuran 2,5 x 1,6 meter, tepat pukul 08.33 WITA di lokasi tambang.
Dalam plang tersebut, tertulis bahwa 'Setiap orang dilarang melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin dalam bentuk apa pun di dalam kawasan hutan pelangan Sekotong'.
Jika melanggar, akan dikenakan Pasal 89 jo Pasal 17 Ayat (1) Huruf B Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun serta denda paling banyak Rp10 miliar.
Dalam kesempatan yang sama, Pelaksana Harian (Plh) Kepala DLHK NTB, Mursal mengungkapkan, tambang emas ilegal di Sekotong merupakan yang terbesar di Pulau Lombok dan salah satu yang terbesar di NTB. Ia juga menyoroti dampak positif dari kehadiran KPK dalam pendampingan penegakan hukum.Ia berharap KPK semakin sering berkolaborasi dengan penegak hukum lokal, karena kehadiran KPK memberikan dukungan moral dalam menegakkan aturan di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HTP)."Kami merasa lebih percaya diri, karena kegiatan-kegiatan ilegal seperti ini seringkali ada yang mem-backup," pungkasnya.(as)
Helena Lim si Crazy Rich PIK Dapat Rp 900 Juta selama Tampung ”Uang Keamanan”
Written by Redaksi
JAKARTA,KORANRAKYAT.COM,-Jaksa penuntut umum (JPU) membeberkan peran Helena Lim, crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) yang menjadi terdakwa kasus korupsi tata niaga komoditas timah. Dia terseret karena turut melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Perusahaan penukaran uang miliknya, PT Quantum Skyline Exchange, kecipratan duit setelah menjadi tempat menampung ”uang keamanan”.
Helena diduga bersepakat dengan terdakwa Harvey Moeis. Yakni, menampung dana ratusan miliar rupiah dari beberapa perusahaan yang menyetorkan ”uang keamanan” kepada Harvey yang mewakili PT Refined Bangka Tin. Uang yang ditampung itu berasal dari PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, dan CV Venus Inti ”Bahwa setelah masuk ke rekening PT Quantum Skyline Exchange, selanjutnya oleh terdakwa Helena uang ditukarkan dari mata uang rupiah ke dalam mata uang asing USD,” kata JPU Kejaksaan Agung (Kejagung) Ardito Muwardi di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin (21/8).
Total uang yang ditukar dan ditampung di PT Quantum Skyline Exchange itu mencapai USD 30 juta. Dari penukaran tersebut, Helena mengutip keuntungan Rp 30 untuk setiap dolar. Dari situ, jaksa mencatat dalam dakwaan bahwa Helena menerima keuntungan mencapai Rp 900 juta.Uang yang telah dikonversi menjadi dolar Amerika di PT Quantum Skyline Exchange itu kemudian disetorkan kepada Harvey Moeis. Dengan menuliskan keterangan transfer seolah-olah sebagai modal usaha atau pembayaran utang piutang. ”Padahal, senyatanya tidak ada hubungan utang piutang modal usaha antara terdakwa Helena maupun PT Quantum Skyline Exchange dan Harvey Moeis,” ujar Ardito.
Jaksa juga mencatat Helena turut melakukan upaya penyamaran hasil transaksi. Penukaran uang itu tidak didukung persyaratan dan sesuai dengan aturan.
Helena juga turut diduga sengaja menghilangkan atau memusnahkan bukti transaksi keuangan yang dilakukan Harvey Moeis dan beberapa orang dari perusahaan yang menyetorkan uang ke PT Quantum Skyline Exchange.Helena melalui kuasa hukumnya menyatakan tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa.”Klien kami tidak mengajukan eksepsi dan kami siap untuk tahap selanjutnya, tahap pembuktian,” kata Arif Fadilah, kuasa hukum Helena, kepada Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh (as)
Disita KPK Diduga Hasil Koripsi Di DJKA Kemenhub senilai Rp 27,4 Miliar
Written by Redaksi
JAKARTA,KORANRAKYAT.COM,-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita berbagai aset mulai dari rumah hingga rekening deposito dan obligasi terkait kasus dugaan suap proyek di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas 1 Jawa Bagian Tengah Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (DJKA Kemenhub).Beragam barang bukti itu disita KPK saat melakukan penggeledahan sejumlah lokasi di Jakarta, Semarang, dan Purwokerto. Upaya paksa penggeledahan itu dilakukan pada 22 Juli hingga 2 Agustus 2024 lalu."Penyidik KPK sejak 22 Juli sampai dengan 2 Agustus 2024 melakukan serangkaian upaya paksa berupa penggeledahan, penyitaan, dan pemasangan plang atau tanda penyitaan di tiga kota/kabupaten yaitu Jakarta, Semarang, dan Purwokerto," kata juru bicara KPK Tessa Mahardika dalam keterangannya, Jumat (9/8).
Tessa menjelaskan, penyidik KPK berhasil menyita sembilan bidang rumah dan tanah senilai total Rp 8,6 miliar, dan enam rekening deposito yang berada di dua perbankan dengan nilai Rp 10,2 miliar.Selain itu, penyidik juga menyita empat obligasi di dua perbankan senilai masing-masing Rp 4 miliar dengan bunga Rp 600 juta serta Rp 2,2 miliar dengan bunga Rp 300 juta. Tim penyidik juga menyita uang tunai sebesar Rp 1,3 miliar."Total yang disita adalah sekurang-kurangnya sebesar Rp 27,4 miliar," ucap Tessa.KPK diketahui telah menjerat belasan orang dari unsur Kemenhub dan swasta terkait kasus ini. Terakhir, KPK menahan pejabat pembuat komitmen Balai Teknik Perkeretaapian (PPK BTP) Semarang, Yofi Oktarisza, pada Kamis (13/6) lalu.Kasus yang menjerat Yofi merupakan pengembangan dari kasus suap di DJKA yang telah menjerat sejumlah tersangka. Beberapa di antaranya, pemilik perusahaan PT Istana Putra Agung Dion Renato Sugiarto, PPK BTP Semarang Bernard Hasibuan, dan Kepala BTP Semarang Putu Sumarjaya.
Yofi disebut mendapatkan fee sebesar 10-20 persen dari nilai paket pekerjaan pembangunan yang dikerjakan perusahaan rekanan dari Dion Renato. Selain fee untuk mendapatkan paket pekerjaan, rekanan juga memberikan Fee agar proses pelaksanaan pekerjaan berjalan lancar.Fee yang diterima tersebut sebagaian telah berhasil disita oleh KPK, di antaranya tujuh buah deposito senilai Rp 10. 268.065.497 atau Rp 10 miliar, satu buah kartu ATM, uang tunai senilai Rp1.080.000. 000, terkait .pengembalian uang tersangka YO terkait penerimaan berupa logam mulia (emas).Kemudian, tabungan Reksa dana atas nama DRS senilai Rp 6 miliar. Serta, delapan bidang tanah dan Sertifikat nya di Jakarta, semarang dan Purwokerto senilai Kurang lebih Rp 8 miliar. Dalam pengusutan kasus ini, KPK juga sempat mengagendakan pemeriksaan terhadap Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP Hasto Kristiyanto, pada Jumat (19/7). Namun, Hasto mangkir dari panggilan pemeriksaan KPK.(as)
Ada Apa Dengan Menantu Jokowi Bobby Nasution Dikasus Korupsi Gubernur Malauku Abdul Gani Kasuba
Written by Redaksi
JAKARTA,KORANRAKYAT.COM,- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons munculnya nama menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Bobby Nasution dalam sidang perkara dugaan korupsi yang menjerat mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba (AGK). KPK mengakui menerima informasi dari jaksa penuntut umum (JPU) terkait disebutnya nama Bobby Nasution dalam sidang Abdul Gani Kasuba.
"Informasinya sudah disebut. Nanti kalau seandainya ada update kita akan sampaikan," kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (2/8).Namun, Tessa belum bisa memastikan apakah Jaksa akan memanggil Bobby Nasution untuk bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi yang menjerat Abdul Gani Kasuba itu.
"Sampai saat ini saya belum mendapatkan infromasi apakah jaksa penuntut umum akan memanggil saudara BN untuk hadir," ucap Tessa.Juru bicara KPK bidang penindakan itu menyatakan, kebutuhan pemeriksaan untuk mendalami fakta persidangan, sepenuhnya menjadi pertimbangan JPU, termasuk potensi untuk memanggil Bobby.
"Apakah memang perlu memanggil atau tidak. Di posisi penyidik, belum ada kebutuhan untuk memanggil yang bersangkutan. Masih didalami prosesnya," tegas Tessa.Nama Wali Kota Medan Bobby Nasution muncul dalam persidangan kasus dugaan suap mantan Gubernur Abdul Gani Kasuba di Pengadilan Negeri Ternate, Rabu (31/7). Nama itu keluar saat Kepala Dinas ESDM Maluku Utara Suryanto Andili bersaksi di persidangan.
Suryanto mengaku istilah Blok Medan merujuk pada Bobby Nasution. Hal ini karena diduga semasa menjabat, Abdul Gani kerap menggunakan istilah itu untuk menggambarkan pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Maluku Utara.Jaksa KPK Andri Lesmana mempertanyakan kepada saksi Suryanto Andili terkait istilah Blok Medan."Kanapa Medan? Kan bisa saja Ternate atau Obi?," tanya jaksa di persidangan, Rabu (31/7).
Mendengar pertanyaan jaksa, Suryanto mengamini bahwa istilah blok Medan merupakan nama orang."Hanya itu saja yang saya tahu. Kalau tidak salah itu (istilah blok medan) Bobby Nasution," jawab Suryanto.Jaksa pun mendalami maksud pernyataan Suryanto itu. "Blok Medan itu Wali Kota Medan maksudnya?," telisik Jaksa."Ya, yang saya dengar begitu," timpal Suryanto.(as)
Tikus PLN Kembali Ditangkap KPK Tiga Tersangka Di Duga Korupsi 25 Milliar
Written by RedaksiJAKARTA,KORANRAKYAT.COM,- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua pejabat Perusahaan Listrik Negara (PLN). KPK menahan General Manager PLN unit induk pembangkitan Sumatera Bagian Selatan (UIK SBS), Bambang Anggono dan Manager Engineering PLN UIK SBS, Budi Widi Asmoro setelah diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek retrofit sistem sootblowing PLTU Bukit Asam Unit Pelaksana Pembangkitan Bukit Asam PT PLN (Persero) UIK SBS periode 2017-2022.
Dugaan Korupsi APD Cofid-19 Di Kemekes KPK Katongi 3 Tersangka
Written by RedaksiJAKARTA,KORANRAKYAT.COM,- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) Covid-19 di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mencapai Rp 300 miliar. Dalam pengusutan kasus ini, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka.
"Bahwa Penyidikan perkara ini bergulir sejak September Tahun 2023, KPK telah menetapkan tiga tersangka dengan dugaan kerugian negara sebesar Rp 300 miliar," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika dalam keterangannya, Jumat (5/7).
Dalam proses penyidikan, penyidik KPK telah menyita enam rumah dan dua apartemen milik tiga tersangka yang belokasi di wilayah Jabodetabek. KPK mentaksir nilainya mencapai Rp 30 miliar.
Selain itu, penyidik KPK juga menyita uang tunai dari tersangka dan rekan bisnis tersangka sebesar Rp 1.540.200.000. KPKn juga menyita dari rekan bisnis para tersangka berupa robot pembasmi virus Covid-19 senilai Rp 500 juta; sepuluh face recognation access control terminal senilai total Rp 350 juta; tiga unit kendaraan roda empat (satu truk boks dan dua mobil van); dan satu unit kendaraan roda dua.
KPK mengungkapkan biaya angkut dalam distribusi APD terkait penanganan pandemi Covid-19 melebihi batas standar. Di mana, nilai anggaran proyek mencapai Rp 3,03 triliun untuk lima juta set APD.
Hanya saja, KPK belum mengungkap identitas tersangka dan kontruksi lengkap perkara kepada publik. Identitas lengkap tersangka akan diumumkan bersamaan dengan dilakukannya upaya paksa penangkapan ataupun penahanan.
Dalam penanganan kasus dugaan korupsi APD di Kemenkes, KPK sudah lebih dulu memeriksa sejumlah saksi. Mereka di antaranya Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad; Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenkes Oscar Primadi; Direktur PT GA Indonesia Song Sung Wok; Dokter Anestesi pada RSUD Lembang Sri Lucy Novita; Komisaris Utama PT Permana Putra Mandiri Siti Fatimah Az Zahra; Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri Ahmad Taufik; dan lainnya.
KPK juga telah menggeledah sejumlah tempat di wilayah Jabodetabek dan Surabaya guna mengungkap peran atau perbuatan dari para pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Beberapa lokasi yang digeledah, yakni kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kantor Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, dan salah satu ruangan di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Selain BNPB, Kemenkes, dan LKPP, tim penyidik KPK juga menggeledah rumah para tersangka kasus dugaan korupsi yang merugikan negara ratusan miliar tersebut. Dari penggeledahan ini, tim penyidik menemukan dan mengamankan sejumlah dokumen penting, salah satunya catatan keuangan dan aliran uang ke berbagai pihak.
Bahkan, KPK juga sebelumnya telah mencegah lima orang untuk tidak bepergian ke luar negeri. Pencegahan dilakukan KPK melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI. Berdasarkan informasi yang dihimpun, lima pihak yang dicegah itu di antaranya Budi Sylvana selaku Kepala Pusat Krisis Kesehatan saat kasus terjadi. Kini dia menjabat sebagai Kepala Pusat Kesehatan Haji.
Kemudian, Harmensyah selaku Sekretaris Utama BNPB saat peristiwa pidana terjadi, Satrio Wibowo selaku pihak swasta, Ahmad Taufik selaku pihak swasta, dan A Isdar Yusuf selaku advokat.
KPK menyebut, nilai anggaran proyek mencapai Rp 3,03 triliun untuk lima juta set APD. Disinyalir KPK sudah menetapkan pihak-pihak sebagai tersangka, namun belum disampaikan secara resmi kepada publik.
6 Pejabat Anak Perusahaan BUMN PT Antam Tbk Jadi Tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan emas
Written by RedaksiJAKARTA.KORANRAKYAT..COM Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 6 orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan emas di PT Antam, Tbk periode 2010-2021. Penetapan tersangka ini dilakukan setelah penyidik memanggil sejumlah saksi dan mendapat alat bukti pada 29 Mei 2024.”Tim penyidik menetapkan 6 orang saksi sebagai tersangka,” kata Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Kuntadi, Jumat (31/5).
Keenam tersangka ini yakni General Manager Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UB PPLM) PT Antam dari berbagai periode. TK menjabat periode 2010-2011, HN menjabat periode 2011-2013, DM menjabat periode 2013-2017, AH menjabat periode 2017-2019, MAA menjabat periode 2019-2021, dan ID menjabat periode 2021-2022. “Bahwa setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan, dari enam tersangka tersebut, empat kami lakukan tindakan penahanan untuk kepentingan penyidikan, yaitu Saudara HN, MA, dan ID, kita lakukan penahanan di Rutan Salemba Kejaksaan Agung, dan Saudari TK di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur,” imbuhnya.
Sementara duantersangka lainnya DM dan AH sudah dalam penahanan untuk perkara lainnya. Adapun, para tersangka berperan menyalahgunakan kewenangannya dengan melakukan aktivitas secara ilegal terhadap jasa manufaktur yang seharusnya berupa kegiatan peleburan, pemurnian, dan pencetakan logam mulia.
“Namun yang bersangkutan secara melawan hukum dan tanpa kewenangan telah melekatkan logam mulia milik swasta dengan merek LM Antam, padahal para tersangka ini mengetahui bahwa pelekatan merek LM Antam ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan, melainkan harus didahului dengan kontrak kerja dan ada perhitungan biaya,” jelas Kuntadi.
Akibat perbuatan para tersangka, dalam periode 2010-2021 telah tercetak logam mulia dengan berbagai ukuran sejumlah 109 ton. Logam mulia ini diedarkan di pasar secara bersamaan dengan logam mulia produk PT Antam yang resmi. Sehingga logam mulia yang bermerek secara ilegal ini telah mengerus pasar dari logam mulia milik PT Antam. Akibatnya timbul kerugiannya menjadi berlipat-lipat bagi Antam. Para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 juncto Pasal 18 junto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP. Mereka terancam hukuman di atas 5 tahun. (as)
JAKARTA,KORANRAKYAT.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui membuka penyidikan baru terkait dugaan korupsi pekerjaan retrofit sistem sootblowing di PLTU Bukti Asam oleh PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangkitan Sumateran Bagian Selatan Tahun 2017-2022. Kepala bagian pemberitaan KPK Ali Fikri menjelaskan, retrofi sistem sootblowing merupakan penggantian komponen suku cadang untuk mendukung dihasilkannya uap pada PLTU."KPK saat ini tengah melakukan penyidikan dugaan korupsi terkait pekerjaan retrofit sistem sootblowing PLTU Bukit Asam PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian," kata Ali Fikri di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (19/3).
"Setelah alat bukti tercukupi maka kami akan menyampaikan komposisi uraian dugaan perbuatan korupsinya, pihak yang ditetapkan sebagai Tersangka dan juga pasal apa saja yang disangkakan," ujar Ali. "Perkembangan dari proses penyidikan perkara ini, akan kami informasikan lebih lanjut," pungkasnya.(AS)
KPK Geledah Rumah Pengusaha Hanan Supangkat Sita Uang Belasan Miliar Rupiah dan Mata Uang Asing
Written by Redaksi
JAKARTA.KORANRAKYAT.COM,- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyelesaikan penggeledahan di rumah pengusaha Hanan Supangkat, pada Rabu (6/3) malam. KPK mengamankan berbagai alat bukti usai menggeledah rumah Hanan Supangkat, yang berlokasi di Kembangan, Jakarta Barat. Hanan Supangkat merupakan saksi dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.”Rabu (6/3), tim penyidik telah melaksanakan kegiatan penggeledahan di rumah salah satu saksi yang pernah diperiksa dalam perkara dengan tersangka Syahrul Yasin Limpo dengan berlokasi di wilayah kota Jakarta Barat,” kata kepala bagian pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (7/3).
Dalam upaya paksa penggeledahan itu, kata Ali, tim penyidik berhasil mengamankan berbagai dokumen terkait catatan pekerjaan proyek di Kementan. Serta berupa alat elektronik yang juga diamankan dalam upaya paksa penggeledahan.”Dalam kegiatan ini, ditemukan adanya sejumlah dokumen berupa berbagai catatan pekerjaan proyek di Kementan RI dan bukti elektronik,” ucap Ali. Selain itu, penyidik KPK juga berhasil mengamankan alat bukti berupa uang tunai yang diperkirakan sebesar belasan miliar rupiah. Uang itu diduga ada kaitannya dengan kasus TPPU yang menjerat Syahrul Yasin Limpo.”Diperoleh pula uang dalam bentuk tunai rupiah dan valas dengan besaran sekitar belasan miliar rupiah yang diduga ada kaitan langsung dengan perkara ini,” tegas Ali.
Ali berujar, pihaknya akan melakukan penyitaan untuk kemudian dianalisis dalam kaitannya kasus TPPU terhadap Syahrul Yasin Limpo. “Penyitaan dan analisis segera dilakukan,” ujar Ali.Upaya paksa penggeledahan itu dilakukan, setelah penyidik KPK memeriksa Hanan Supangkat, pada Jumat (1/3). Ia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Sebab, diduga terdapat komunikasi antara Yasin Limpo dengan Hanan Supangkat untuk mendapatkan proyek di Kementan. “Penyidik mendalami pengetahuan saksi antara lain terkait komunikasi antara saksi dengan SYL dan juga dikonfirmasi mengenai informasi dugaan adanya proyek pekerjaannya di Kementan,” ungkap Ali.
Ali menyampaikan, keterangan Hanan Supangkat penting untuk mendalami kasus TPPU yang saat ini tengah menjerat Syahrul Yasin Limpo.”Keterangan saksi memperjelas dugaan perbuatan tersangka SYL dan tim penyidik saat ini masih terus melengkapi semua informasi terkait pembuktian dugaan TPPU-nya,” urai Ali.
Perkara TPPU yang menjerat Syahrul Yasin Limpo ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi. Dalam perkara asalnya, Yasin Limpo tengah menjalani proses persidangan.Yasin Limpo didakwa didakwa melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi. Adapun pemerasan yang diduga diterima Syahrul Yasin Limpo sebesar Rp 44.546.079.044 atau Rp 44,54 miliar. Serta menerima gratifikasi sebesar Rp 40.647.444.494 atau Rp 40,64 miliar, sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023.Tindak pidana pemerasan ini dilakukan SYL bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta, yang dilakukan sepanjang 2020-2023.
Dalam penerimaan pemungutan uang ini, Syahrul Yasin Limpo didakwa melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Selain itu, Syahrul Yasin Limpo bersama-sama dengan Kasdi dan Muhammad Hatta didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 40.647.444.494 atau Rp 40,64 miliar, sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023. Dalam penerimaan gratifikasi ini, Syahrul Yasin Limpo didakwa melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.(as)
Diduga Korupsi BTS 4G, Windi Purnama Dituntut 4 Tahun Penjara
Written by RedaksiJAKARTA,KORANRAKYAT.COM - Mantan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama dituntut pidana 4 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung). Jaksa meyakini, Windi melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus korupsi pengadaan BTS 4G.
JAKARTA,KORANRAKYAT.COM,-Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali hari ini (16/2), kooperatif hadir memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia dipanggil sebagai saksi untuk kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo.
Yang bersangkutan (Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali) saat ini telah hadir dan segera dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri pada wartawan di Jakarta, Jumat (16/2).
Selain itu, penyidik KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga saksi lain dalam perkara yang sama. Ketiga saksi tersebut yakni ASN Pemda Sidoarjo Surendro Nurbawono, Direktur CV Asmara Karya Imam Purwanto alias Irwan, dan pihak swasta Robbin Alan Nugroho.
Meski demikian, Ali belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai keterangan apa saja yang akan didalami dalam pemeriksaan terhadap para saksi tersebut.
KPK pada 29 Januari menahan dan menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Siska Wati (SW) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menerangkan, penetapan tersangka terhadap Siska Wati berawal dari laporan masyarakat soal dugaan korupsi. Yakni berupa pemotongan insentif dan penerimaan uang di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.
Laporan tersebut kemudian dipelajari tim KPK dan pada Kamis (25/1) diperoleh informasi telah terjadi penyerahan sejumlah uang secara tunai pada SW. Atas dasar informasi tersebut, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 10 orang di wilayah Kabupaten Sidoarjo.
Dalam OTT tersebut, diamankan uang tunai sejumlah sekitar Rp 69,9 juta dari dugaan pemotongan dan penerimaan uang sejumlah sekitar Rp 2,7 miliar pada 2023. Para pihak tersebut berikut barang bukti kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dan hingga akhirnya dilakukan penetapan status tersangka terhadap Siska Wati.
Ghufron menerangkan, kasus tersebut berawal pada 2023. Saat itu besaran pendapatan pajak BPPD Kabupaten Sidoarjo mencapai Rp 1,3 triliun. Atas perolehan tersebut, ASN yang bertugas di BPPD akan mendapatkan dana insentif.(AS)
JAKARTA,KORANRAKYAT.COM.- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan ulang pemeriksaan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali sebagai saksi di kasus pemotongan insentif pajak. KPK seharusnya memeriksa Muhdlor hari ini tentang barang bukti yang ditemukan penyidik di rumahnya.
Muhdlor absen dari pemeriksaan hari ini meski surat panggilan ke Gedung KPK sudah diberikan kemarin. “Sebagaimana agenda pemanggilan dan pemeriksaan dari Tim Penyidik hari ini, Jumat, 2 Februari 2024, saksi Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali, yang bersangkutan tidak hadir dan konfirmasi pada Tim Penyidik untuk dijadwal ulang,” kata Kepala Bidang Pemberitaan KPK Ali Fikri.
KPK menduga Muhdlor terlibat dalam kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan satu orang tersangka, yaitu Kepala Sub Bagian (Kasubag) Umum BPPD Pemkab Sidoarjo Sukma Wati.
Selain Ali, KPK juga memanggil Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo Ari Suryono sebagai saksi. Ali mengatakan, Ari Suryono sudah datang sejak pagi.
“Menurut informasi yang kami peroleh, Saksi Ari Suryono sudah hadir,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis pada Jumat, 2 Februari 2024.
Menurut pantauan, sekitar pukul 11.30, Ari Suryono sempat datang lagi ke Gedung KPK usai salat Jumat untuk melanjutkan pemeriksaan. Ia dikerumuni para wartawan dan dicecar banyak pertanyaan. Mengenakan baju batik warna cokelat dan memakai masker, Ari hanya menunduk dan berjalan lurus tanpa menjawab pertanyaan awak media.Hingga pukul 18.00, tidak ada tanda-tanda kehadiran dari Bupati Sidoarjo. Maka, KPK melakukan penjadwalan ulang untuk memeriksa Muhdlor. “Informasi penjadwalan ulang dimaksud akan kami informasikan berikutnya,” ucap Ali.(nyo)